Sabtu, 06 Maret 2010

kakek pun suka bermain tamiya


Jakarta - Seorang anak didampingi kakeknya melihat dengan asyik sebuah balapan mobil Tamiya di sebuah mal. Tapi bukan cucunya yang bermain mobil-mobilan itu. Justru sang kakek yang sedang ikut berlomba mobil mainan dari Jepang.

Rudolf Tampubolon (57) memang suka membawa cucunya saat berlomba mobil Tamiya. Hobi mengotak-atik mobil Tamiya selalu digelutinya setiap senggang. Akhir pekan adalah waktunya menguji balap mobil yang sudah disetingnya.

"Setiap hari Minggu selalu ada lomba balap Tamiya. Jadi saya harus menyiapkan Tamiya saya untuk beradu cepat dengan penghobi Tamiya yang lain di lintasan," ujar pria yang akrab disapa Opung, saat berbincang-bincang dengan detikcom, Minggu (21/2/2010).

Opung sudah punya ruangan khusus untuk mengoprek Tamiya-nya di toko pohon hias milik Opung di daerah Kukusan, Depok. Di ruangan 2x3 meter itu, Opung menyimpan semua peralatan untuk mengotak-atik Tamiya, berikut piala-piala yang berhasil diraih dalam sejumlah lomba.

Pria ini sudah menggeluti hobi Tamiya sejak 1990. Awalnya dia merasa aneh melihat hobi temannya yang gemar mobil-mobilan Tamiya seperti anak kecil. Namun, setelah dia ikut menyaksikan lomba Tamiya di daerah Pasar Baru, Opung pun tertarik. Sejak itulah Opung mulai menekuni hobi Tamiya. Untuk memuaskan hobinya itu, Opung rela pergi ke sejumlah daerah di Jakarta hingga ke luar kota untuk ikut bertanding Tamiya.

"Dulu saya bela-belain pergi ke Bandung, Semarang dan Surabaya untuk ikut lomba Tamiya. Sebab saat itu di Jakarta sangat jarang lomba. Tidak seperti sekarang ini," ujar pengusaha tanaman hias dan juragan angkot ini.

Untuk menutupi ongkos dan kupon untuk lomba, Opung mengatasinya dengan menjual spare part di arena lomba. Jangan heran, saat mengikuti lomba Opung tidak hanya membawa kotak peralatan Tamiya miliknya. Dia membawa serta aneka spare part dalam kantong plastik besar untuk dijual di arena lomba. Aktivitas Opung untuk bermain Tamiya sampai ke luar kota hanya sampai tahun 2000. Setelah tahun 2000, lebih banyak lomba Tamiya digelar di Jakarta dan Depok. Opung pun tidak perlu pergi jauh-jauh.

"Saat ini penggemar Tamiya di Jakarta dan Depok sudah banyak jadi saya cukup main di dalam kota saja. Lagi pula saya sudah tua. Capek kalau harus pergi jauh-jauh seperti dulu. Saat ini saya bersama cucu paling main di sekitar Jakarta maupun Depok," katanya.

Saat ini, kata Opung, di sejumlah pusat perbelanjaan sudah terdapat lintasan Tamiya. Untuk permainan Tamiya, Opung memilih menekuni jenis Sloop atau yang dikenal dengan Sloop Standar Nasional. Untuk jenis mobil-mobilan ini spare part mereka Tamiya yang menggunakan hanya berupa sasis dan gearbox saja. Spare part yang lain merupakan produksi rumahan di dalam negeri misalnya bemper, roller dan ban. Mesin mobil ini yang merupakan dinamo juga merupakan hasil gulungan sendiri bukan bikinan pabrik Tamiya.

"Mobil-mobilan ini disebut Tamiya karena merek inilah yang pertama kali masuk ke Indonesia. Sekalipun kenyataannya produk Tamiya yang digunakan tidak lebih dari 20%. Selebihnya merupakan produk dalam negeri," jelas Opung.

Karena mayoritas spare part yang digunakan merupakan hasil kerajinan tangan (handcraft) tidak heran kalau para penggemar Tamiya menganggap permainan ini bukan mainan anak kecil lagi. Sebabnya, butuh keahlian sendiri untuk memainkan mobil-mobilan ini, baik untuk membuat mobil stabil dan melesat kencang di lintasan.

Tantangan seperti inilah yang membuat para penggemar begitu asyik masyuk saat mengoprek Tamiya. Mereka merasa ada kebanggan tersendiri jika mobil yang dirakitnya bisa berjalan mulus di lintasan dengan kecepatan tinggi. Selain dibutuhkan ketelatenan, biaya yang dibutuhkan untuk membeli spare part dan peralatan juga tidak sedikit. Untuk membuat satu unit mobil Tamiya jenis sloop dibutuhkan biaya Rp 400 ribu hingga Rp 500 ribu. Belum lagi untuk spare part cadangan atau peralatan mengoprek Tamiya. Jangan heran, kalau yang akhirnya menggeluti permainan ini kebanyakan orang-orang dewasa.

Pengakuan serupa dikatan Beny, penggemar sekaligus pemilik toko peralatan Tamiya di daerah Depok. Menurutnya para pemain Tamiya memang kebanyakan oran-orang dewasa. "Kalau anak-anak kecil biasanya main di kelas standar original. Sebab dalam kelas ini semua spare part bikinan pabrikan. Jadi anak-anak tinggal pasang dan memainkannya," jelasnya.

Dalam permainan Tamiya, kata kakek seorang cucu ini, ada beberapa kelas yang dimainkan. Ada kelas standar original, sloop standar nasional, speed serta drag. Untuk kelas standar original, mobil balap mainan ini menggunakan spare part buatan pabrikan termasuk mesinnya. Jadi semuanya harus mengunakan produk orisinil. Sementara untuk kelas sloop standar nasional, penggunaan spare part pabrikan hanya berupa sasis serta gearboxnya saja. sementara spare part lainnya kebanyakan buatan lokal. Kesamaan dari kelas ini, jalur lintasan yang digunakan sama-sama memiliki sloop atau lompatan dan loop atau halilintar, alias jalur jungkir balik ala jet coaster.

Sedangkan untuk kelas speed atau drag, ujar Beny, jauh berbeda dengan sloop maupun standar original. Selain modelnya, kriteria permainnannya juga berbeda. Dalam kelas sloop dan standar original dibutuhkan keseimbangan mobil saat melakukan lompatan, di kelas speed dan drag yang dibutuhkan hanya kecepatan.

"Mobil ini hanya membutuhkan kestabilan dan kecepatan dalam melintasi trek karena di lintasannya tidak ada hambatan, semisal jembatan putus atau gunungan. Kalau sloop dan standar original harus memperhatikan kestabilan saat melompati di gunungan," bebernya.

Namun dari masing-masing kelas diakui Beny, punya keasyikan tersendiri. Sebab sama-sama membutuhkan keahlian dalam membangun mobil-mobilan dengan kecepatan tinggi sehingga layak turun di arena lomba. Itu sebabnya sekalipun usianya sudah tidak muda lagi Beny terus saja menggeluti dunia Tamiya. Sebab akunya, tantangan dalam merakit dan memainkan Tamiya tidak ada habisnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar